Jumat, 06 Januari 2012

ADAPTASI vs CONFIDENCE


ADAPTASI vs CONFIDENCE
Adaptasi Versus Confidence Maba (Mahasiswa Baru)
Bagi beberapa orang lingkungan baru merupakan sebuah stimulus baginya yang terkadang mampu menjadi penyebab terjadinya kesulitan dalam menyesuaikan diri, seperti halnya mahasiswa baru yang baru mengenal lingkungan perguruan tinggi, dimana lingkungan ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan SMA. Untuk menghadapi lingkungan baru ini, mahasiswa membutuhkan kepercayaan diri dan kemampuan untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan. Sehingga dengan modal tersebut, seseorang dapat beraktivitas dalam menjalankan tugas-tugas di perguruan tinggi dengan baik.
Menjadi mahasiswa merupakan tujuan utama sebagian besar lulusan SMA. Melepaskan diri dari orang tua, memperoleh kehidupan bebas dan menjalani kehidupan yang lebih mandiri. Namun Euphoria menjadi mahasiswa baru pasti tetap mempunyai kendala dalam pelaksanaannya. Suatu perubahan mendasar yang tiba-tiba yaitu lingkungan baru, teman baru dari berbagai kalangan bervariasi dan pemberian kebebasan secara akademik. Dalam arti, seorang mahasiswa tidak dituntut masuk kuliah atau mengerjakan PR seperti di sekolah, menimbukan keterkejutan bagi sejumlah individu. Tidak semua mahasiswa baru dapat menyesuaikan diri dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari sebagian mahasiswa yang merasa tidak nyaman dengan posisinya sebagai mahasiswa baru. Hal ini kemudian menimbulkan berbagai hambatan dalam penyesuaian diri serta sosialisasi dengan lingkungan baru. Seperti kesulitan dalam memilih teman baru, tidak cocok dengan lingkungan dan teman baru di kos dan penyesuaian lingkungan belajar yang berbeda pada saat di SMA dan perguruan tinggi.
Setiap individu melakukan penyesuaian-penyesuaian dalam setiap tahap perkembangannya. Pada tahap remaja individu mengalami perubahan yang hebat karena merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa, khususnya pada awal pubertas atau remaja awal. Perubahan itu meliputi perubahan jasmani, kepribadian, intelek serta peranan di dalam maupun di luar lingkungan. Sedangkan tipe kepribadian remaja itu berbeda-beda karena adanya individual deferences yang membedakan pula respon remaja terhadap lingkungan.
Penyesuaian diri merupakan salah satu persyaratan penting bagi terciptanya kesehatan jiwa dan mental individu. Banyak inddividu yang menderita dan tidak mampu mencapai kebahagiaan dalam hidupnya, karena ketidakmampuannya dalam menyesuaikan diri, baik dengan kehidupan keluarga, sekolah, pekerjaan dan dalam masyarakat pada umumnya. Tidak jarang pula ditemui bahwa orang-orang mengalami stres dan depresi disebabkan oleh kegagalan mereka untuk melakukan penyesuaian diri dengan kondisi yang penuh tekanan. Penyesuaian diri adalah proses dinamis yang bertujuan merubah tingkah laku individu agar terjadi hubungan yang sesuai antara dirinya dan lingkungan sosialnya yang dilakukan secara timbal balik baik fisik dan psikis. Hal ini akan sangat berpengaruh dengan gaya interaksi penyesuaian diri dan kepercayaan diri mereka.
Apa Pengertian kepercayaan diri itu ?
Kepercayaan diri merupakan keyakinan dalam diri seseorang untuk dapat menangani segala sesuatu dengan tenang. Kepercayaan diri merupakan keyakinan dalam diri yang berupa perasaan dan anggapan bahwa dirinya dalam keadaan baik sehingga memungkinkan individu tampil dan berperilaku dengan penuh keyakinan (Hambly, 1995: 3). Lainnya halnya yang dikemukakan oleh Angelis (1997 : 13) bahwa : rasa percaya diri itu tidak bisa disamaratakan dari satu aktifitas ke aktivitas lainnya. Bagi individu yang mengalami rasa kurang percaya diri lahir maupun batin memerlukan adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak agar dapat memulihkan rasa percaya dirinya atau setidaknya dapat terpecahkan masalah yang sedang dihadapinya.
Siswa SMU yang berada dalam tahap perkembangan sebagai seorang remaja tentunya sangat membutuhkan kepercayaan diri dalam dirinya untuk dapat beraktualisasi dalam lingkungannya dengan baik. Hal tersebut mengingat remaja sebagai manusia yang dinamis yang selalu membentuk diri dan melaksanakannya, serta selalu membenahi keadaan dirinya sekarang menuju masa depan. Oleh karena itu dibutuhkan kontak dan komunikasi dengan orang lain. Karena dengan melakukan kontak dengan orang lain akan menjadikan dirinya lebih berkembang. Dalam hal ini manusia menggunakan fungsi dalam dirinya sebagai makhluk sosial yang dalam perkembangannya membutuhkan orang lain seperti halnya memecahkan masalah yang sedang dihadapi.
Menurut Lindenfield dalam Kamil (1997 : 15) untuk dapat mengembangkan rasa percaya diri terhadap segala macam hal, individu jelas perlu mengalami dan bereksperimen dengan beranekaragam hubungan, dari yang dekat dan akrab di rumah sampai yang lebih asing. Melalui hubungan indivdu juga membangun rasa sadar diri dan pengenalan diri, yang merupakan unsur penting dari rasa kepercayaan diri. Individu juga membutuhkan orang yang menjadi tempat berlatih bagi mereka, agar mereka lebih percaya diri dan terampil. Orang yang memberikan kepada mereka umpan balik yang jujur dan membangun, baik mereka berhasil, maupun gagal. Dukungan juga merupakan faktor utama dalam membantu anak memiliki kembali rasa percaya diri yang menurun disebabkan oleh trauma, luka dan kekecewaan. Dalam hal ini siswa akan lebih dapat terbuka dengan kelompok sebaya untuk membicarakan masalah pribadinya.
Bagaimana bila kurang percaya diri ?
Rasa kurang percaya diri pada individu dapat dilihat dengan gejala-gejala tertentu yang dapat ditunjukkan dalam berbagai perilaku. El-Qussy dalam Drajat (1991 : 144) menjelaskan gejala-gejala perilaku kurang percaya diri yaitu suka melamun, kelakuan tidak baik, berlebihan untuk menunjukkan kebaikan, keadaan emosi, keadaan seperti gagap dan ngompol serta gejala lainnya. Kurang percaya diri ini dengan berbagai faktor menyebabkan mungkin timbul kelakuan menarik diri atau negatif, seperti malas, menyendiri, pengecut dan sebagainya.
Menurut Hambly (1997 : 16) orang yang kurang percaya diri dalam menghadapi situasi tertentu akan mengalami gejala seperti : diare, berkeringat, kepala pusing (pening), jantung berdebar kencang, dan otot menjadi tegang dan panik.
Apa saja Jenis kepercayaan diri itu ?
Lindenfield dalam Kamil ( 1997 : 4) menyatakan ada dua jenis kepercayaan diri yaitu :
a. Kepecayaan diri batin adalah kepercayaan diri yang memberikan kepada individu perasaan dan anggapan bahwa individu dalam keadaan baik.
b. Jenis percaya diri lahir memungkinkan individu untuk tampil dan berperilaku dengan cara menunjukkan kepada dunia luar bahwa individu yakin akan dirinya.
Percaya Diri Batin.
Lindenfield dalam Kamil (1997 : 47) menjelaskan ada empat ciri utama yang khas pada orang yang mempunyai kepercayaan diri batin yang sehat. Keempat ciri itu adalah :
1. Cinta diri, Orang yang percaya diri mencintai diri mereka, dan cinta diri ini bukan merupakan sesuatu yang dirahasiakan. Orang yang percaya diri peduli akan dirinya karena perilaku dan gaya hidupnya adalah untuk memelihara diri. Dengan unsur percaya diri batin individu akan :
a. Menghargai kebutuhan jasmani dan rohani serta menempatkan diri sejajar dengan kebutuhan orang lain.
b. Mempunyai alasan yang tepat untuk memenuhi kebutuhannya, dan tidak akan menyiksa diri mereka sendiri dengan rasa bersalah setiap kali meminta atau memperoleh sesuatu yang mereka butuhkan.
c. Secara terbuka menunjukkan keinginan untuk dipuji, ditentramkan dan mendapat hadiah secara wajar, dan tidak akan mencoba memanfaatkan orang lain untuk memenuhi permintaan itu secara langsung.
d. Merasa senang bila diperhatikan orang lain dan mampu untuk mendapatkannya.
e. Bangga akan sifat-sifat yang baik dan memusatkan diri untuk memafaatkan sebaik mungkin, mereka tidak mau membuang-buang waktu, tenaga atau uang untuk memikirkan kekurangan-kekurangan mereka sendiri.
f. Tidak secara sengaja melakukan hal-hal yang akan merusak kemungkinan untuk memperoleh kesuksesan dan kebahagiaan, atau yang memperpendek hidupnya.
2. Pemahaman diri, Orang yang percaya diri batin juga sadar diri. Mereka tidak terus menerus merenungi diri sendiri, tetapi secara teratur mereka memikirkan perasaan, pikiran dan perilaku mereka, dan mereka selalu ingin tahu bagaimana pendapat orang lain tentang diri mereka. Individu yang memiliki pemahaman diri yang baik, mereka akan :
a. Menyadari kekuatan mereka sehingga akan mampu mengembangkan kemampuannya secara penuh.
b. Mengenal kelemahan dan keterbatasan mereka sehingga kecil kemungkinan mereka membiarkan diri mengalami kegagalan berulang kali.
c. Tumbuh dengan kesadaran yang mantap tentang identitas diri sendiri, merekapun jauh lebih mampu dan puas menjadi seorang “pribadi” dan tidak begitu saja mengikuti “khalayak ramai”.
d. Mempunyai pengertian yang sehat mengenai nilai-nilai yang mereka anut, sehingga tidak akan terus menerus resah memikirkan apakah yang mereka lakukan atau yang tidak dilakukan secara moral dapat dibenarkan.
e. Cenderung mempunyai teman-teman yang tepat karena mereka tahu apa yang mereka butukan dari persahabatan itu.
f. Terbuka untuk menerima umpan balik dari orang lain atau tidak selalu melonjak untuk membela diri, bila dikritik orang lain.
g. Mau dan sedia mendapat bantuan dan pelajaran karena mereka bukan orang yang serba tahu.
3. Tujuan yang jelas, Orang yang percaya diri selalu tahu tujuan hidupnya, karena mereka mempunyai pikiran yang jelas mengapa mereka melakukan tindakan tertentu dan mereka tahu hasil apa yang bisa diharapkan. Dengan unsur ini yang memperkuat rasa kepercayaan diri, individu akan :
a. Terbiasa menentukan sendiri tujuan yang bisa dicapai, mereka tidak selalu harus bergantung pada orang lain untuk melakukan kegiatannya.
b.. Mempunyai lebih banyak energi dan semangat karena mereka bermotivasi tinggi.
c. Lebih tekun karena menyadari bahwa langkah-langkah yang kecil dan kadang-kadang membosankan sekalipun mempunyai tujuan.
4. Belajar menilai diri sendiri karena mereka bisa memantau kemajuannya dilihat dari tujuan yang mereka tentukan sendiri.
d. Mudah membuat keputusan karena mereka tahu betul apa yang mereka inginkan.
4. Berfikir positif, Orang yang mempunyai kepercayaan diri biasanya hidupnya menyenangkan. Salah satunya ialah karena mereka biasa melihat kehidupannya dari sisi positif dan mereka mengharap serta mencari pengalaman dan hasil yang bagus. Dengan kekuatan batin yang penting ini, individu akan :
a. Tumbuh dengan harapan bahwa hidup ini membahagiakan.
b. Memandang orang lain dari satu sisi positifnya, kecuali kalau ada alasan khusus untuk berhati-hati.
c. Percaya bahwa setiap masalah dapat diselesaikan.
d. Tidak menyia-nyiakan tenaga untuk mengkhawatirkan kemungkinan hasil yang negatif.
e. Percaya bahwa masa depan akan sebaik (atau mungkin lebih baik) masa lalu.
f. Mau bekerja meskipun ada perubahan yang membuat fustasi karena mereka suka pada pertumbuhan dan perkembangan.
g. Bersedia menghabiskan waktu dan energi untuk belajar dan melakukan tugasnya, karena mereka percaya bahwa pada akhirnya tujuan mereka akan tercapai.
Percaya diri lahir, Menurut Lindenfield dalam Kamil (1997 : 7-11) menjelaskan bahwa untuk memberi kesan percaya diri pada dunia luar, individu perlu mengembangkan ketrampilan empat bidang yaitu :
a. Komunikasi, dengan memiliki dasar yang baik di bidang ketrampilan berkomunikasi, individu akan dapat :
1) Mendengarkan orang lain dengan tepat, tenang dan penuh perhatian.
2) Dapat berkomunikasi dengan orang dari segala usia dan segala jenis latar belakang.
3) Tahu kapan dan bagaimana berganti pokok pembicaraan dari percakapan biasa ke yang lebih mendalam.
4) Berbicara secara fasih dan menggunakan nalar.
5) Berbicara di depan umum tanpa rasa takut.
6) Membaca dan memanfaatkan bahasa tubuh orang lain.
b. Ketegasan, Sikap tegas akan menambah rasa percaya diri karena individu akan dapat :
1) Menyatakan kebutuhan mereka secara langsung dan terus terang.
2) Membela hak mereka dan hak orang lain.
3) Tahu bagaimana melakukan kompromi yang dapat diterima dengan baik.
4) Memberi dan menerima pujian secara bebas dan penuh kepekaan.
5) Memberi dan menerima kritik yang membangun.
c. Penampilan diri, Ketrampilan ini akan mengajarkan akan pentingnya “tampil”sebagai orang yang percaya diri. Hal ini akan memungkinkan mereka untuk :
1) Memilih gaya pakaian dan warna yang paling cocok kepribadian dan kondisi fisik.
2) Memilih pakaian yang cocok untuk berbagai peran peristiwa, dengan tetap mempertahankan gaya pribadinya.
3) Mampu menciptakan penampilan pertama yang menarik.
4) Menyadari dampak gaya hidupnya terhadap pendapat orang lain mengenai diri mereka, tidak terbatas pada keinginan untuk selalu ingin menyenangkan orang lain.
d. Pengendalian perasaan, dalam hidup sehari-hari orang perlu mengendalikan perasaan. Individu perlu mengendalikan diri, mereka akan dapat :
a. Lebih percaya diri karena tidak khawatir akan lepas kendali.
b. Berani menghadapi tantangan dan resiko karena mereka bisa mengatasi rasa takut, khawatir dan frustasi.
c. Menghadapi kesedihan dengan wajar karena mereka tidak takutkalau-kalau kesedihan itu akan membebani dan menekan mereka selamanya.
d. Mengatasi konfrontasi secara efektif dan membela diri terhadap pelecehan, karena mereka bisa menyalurkan energi kemarahan mereka dengan cara yang kontruktif.
e. Membiarkan dirinya bertindak spontan dan lepas kalau ingin santai, karena mereka tidak khawatir akan lepas kendali.
Cara meningkatkan atau mengambangkan kepercayaan diri Lindenfield (1997 : 14) menjelaskan ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam meningkatkan atau mengembangkan kepercayaan diri diantaranya sebagai berikut :
1. Cinta, Yang penting bukan besarnya jumlah cinta yang diberikan, tetapi mutunya. Individu perlu terus merasa dicintai tanpa syarat. Untuk perkembangan harga diri yang sehat dan langgeng, mereka harus merasa bahwa mereka dihargai karena keadaan mereka sesungguhnya, bukan keadaan mereka yang seharusnya, atau seperti yang diinginkan orang lain.
2. Rasa aman, Ketakutan dan kekhawatiran merupakan hal yang berpengaruh terhadap kepercayaan diri individu. Individu yang selalu khawatir bahwa kebutuhan dasar mereka tidak akan terpenuhi, atau bahwa dunia lahiriah atau batiniah mereka setiap saat dapat hancur, akan sulit mengembangkan pandangan positif tentang diri mereka, orang lain, dan dunia pada umumnya. Bila individu merasa aman, mereka secara tidak langsung akan mencoba mengembangkan kemampuan mereka dengan menjawab tantangan serta berani mengambil resiko.
3. Model peran, Mengajar lewat contoh adalah cara paling efektif agar anak mengembangkan sikap dan ketrampilan sosial yang diperlukan untuk percaya diri. Dalam hal ini peran orang lain sangat dibutuhkan untuk dijadikan contoh bagi individu untuk dapat meningkatkan kepercayaan dirinya.
4. Hubungan. Untuk mengembangkan rasa percaya diri terhadap “segala macam hal”, individu jelas perlu mengalami dan bereksperimen dengan beraneka hubungan, dari yang dekat dan akrab di rumah, teman sebaya, maupun yang lebih asing. Melalui hubungan, individu juga membangun rasa sadar diri dan pengenalan diri, yang merupakan unsur penting dari rasa percaya diri batin.
5. Kesehatan. Untuk bisa menggunakan sebaik-baiknya kekuatan dan bakat kita, kita membutuhkan energi. Jika mereka dalam keadaan sehat, dalam masyarakat bisa dipastikan biasanya mendapatkan lebih banyak perhatian, dorongan moral, dan bahkan kesempatan.
6. Sumber daya, Sumber daya mempunyai dorongan yang kuat karena dengan perkembangan kemampuan anak memungkinkan mereka memakai kekuatan tersebut untuk menutupi kelemahan yang mereka miliki.
7. Dukungan. Anak membutuhkan dorongan dan pembinaan bagaimana menggunakan sumber daya yang mereka miliki. Mereka membutuhkan orang yang menjadi “akar” bagi mereka, agar mereka lebih percaya diri dan terampil, orang yang memberi mereka umpan balik yang jujur dan membangun, baik mereka berhasil maupun gagal. Dukungan juga merupakan faktor utama dalam membantu anak sembuh dari pukulan terhadap rasa percaya diri yang disebabkan oleh trauma, luka dan kekecewaan.
8. Upah dan hadiah. Meskipun proses mengembangkan rasa percaya diri (seperti setiap balajar lainnya) itu sendiri bisa menyenangkan, tetapi kadang-kadang hal itu tidak demikian. “Hadiah-hadiah” untuk usaha yang telah dilakukan.
Lalu apa Penyesuaian Diri itu ?
Menurut fahmi (1982 : 24) penyesuaian diri adalah proses dinamika yang bertujuan untuk mengubah kekuatan agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara diri dan lingkungannya, sehingga mempunyai kemampuan untuk mengadakan hubungan yang memuaskan antara orang dan lingkungannya.
Menurut Gerungan (1996 : 51) penyesuaian diri adalah “mengubah diri sesuai dengan keadaan atau keinginan diri atau sebaliknya”. Hurlock (1999 : 278) mengatakan agar individu dapat menyatu dan diterima dalam kelompok maka individu harus berusaha memperbaiki perilakunya dengan menyesuaikan diri.
Dari batasan tersebut di atas dapat diambil pengertian bahwa individu selalu berusaha mencapai hubungan yang harmonis dengan lingkungannya. Ia memperoleh kepuasan perasaan seoptimal mungkin dalam memenuhi kebutuhannya dan merasakan ketenagan hubungan dengan lingkungannya.
E. Hurlock (1999 : 95) merumuskan penyesuaian diri sebagai “suatu kemampuan individu untuk diterima dalam kelompok atau lingkungannya, karena ia memperlihatkan sikap serta tingkah laku yang menyenangkan”.
Simpulan dari beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli di atas, penyesuaian diri adalah proses pencapaian keharmonisan mengadakan hubungan yang memuaskan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya dan merasakan ketenangan dalam menjalin hubungan dengan lingkungannya karena ia dapat diterima oleh lingkungannya.
Faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri ?
Menurut Hariyadi (1995 : 110-112) yang mengatakan bahwa pada dasarnya penyesuaian diri dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal yaitu :
a. Faktor-faktor internal meliputi :
1. Faktor motif yaitu motif-motif sosial seperti motif berafiliasi, motif berprestasi dan motif mendominasi.
2. Faktor harga diri remaja yaitu bagaimana remaja itu memandang tahapan dirinya sendiri, baik pada aspek fisik, psikologis, sosial maupun aspek akademik. Remaja dengan harga diri tinggi akan lebih memiliki kemampuan untuk melakukan penyesuaian yang menyenangkan dibandingkan remaja dengan harga diri rendah, pesimis ataupun kurang yakin terhadap dirinya sendiri.
3. Faktor persepsi remaja yaitu pengamatan dan penilaian remaja terhadap objek peristiwa dan kehidupan, baik melalui proses kognisi maupun afeksi untuk membentuk konsep tentang objek tersebut.
4. Faktor sikap remaja yaitu kecenderungan remaja untuk berperilaku positif atau negatif. Remaja yang bersikap positif terhadap sesuatu yang dihadapi akan lebih memiliki peluang untuk melakukan penyesuaian diri daripada remaja yang sering bersikap negatif atau suka menyangkal tatanan yang lebih mapan.
5. Faktor intelegensi dan minat yaitu intelegensi merupakan modal untuk menalar, menganalisis dan menyimpulkan berdasar argumentasi yang matang, sehingga dapat menjadi dasar dalam melakukan penyesuaian diri. Di tambah faktor minat, pengaruhnya akan lebih nyata. Bila remaja telah memiliki minat terhadap sesuatu, maka proses penyesuaian biasanya cepat dan lancar.
6. Faktor kepribadian yaitu pada prinsipnya tipe kepribadian ekstravet akan lebih lentur dan dinamis, sehingga lebih mudah melakukan penyesuaian diri dibanding tipe kepribadian intravet yang cenderung kaku dan statis
b. Faktor-faktor eksternal, meliputi :
1. Faktor keluarga, terutama pola asuh keluarga.
Pada dasarnya pola asuh demokratis dengan suasana keterbukaan lebih memberikan peluang bagi remaja untuk melakukan proses penyesuaian diri secara efektif dibanding dengan pola asuh keluarga yang otoriter ataupun pola asuh yang panah bebas. Demikian pula keluarga sehat dan utama akan lebih memberi pengaruh positif terhadap penyesuaian diri remaja.
2. Faktor kondisi sekolah Kondisi sekolah yang sehat dimana remaja merasa bangga dan kerasan terhadap sekolahnya setelah memberikan landasan. Remaja untuk dapat menyesuaikan diri secara harmonis di masyarakat.
3. Faktor kelompok sebaya Hampir setiap remaja memiliki teman-teman sebaya dalam bentuk kelompok. Kelompok-kelompok teman sebaya ini adalah yang menguntungkan pengembangan proses penyesuaian diri, tetapi ada pula yang justru menghambat proses penyesuaian diri remaja.
4. Faktor prasangka social Adanya kecenderungan sebagian masyarakat yang menaruh prasangka terhadap para remaja, misalnya dengan memberi label remaja, pasif, nakal, sukar diatur, suka menentang orang tua, suka cuek, suka minum-minum, malas dan semacamnya. Prasangka sosial semacam itu jelas tidak hanya menjadi kendala proses penyesuaian diri remaja, tetapi justru akan memperdalam jurang kesenjangan dan bahkan merupakan sumber frustasi dan konflik bagi remaja tersebut.
5. Faktor hukum dan norma social Yang dimaksud disini adalah pelaksanaan tegaknya hukum dan norma-norma sosial yang berlaku. Bila suatu masyarakat ternyata hukum dan norma-norma sosial hanya merupakan “slogan”, artinya tidak ditegakkan sebagaimana mestinya, sangat boleh jadi akan melahirkan remaja-remaja yang malas (adjusted). Sebaliknya bila suatu masyarakat benar-benar konsekuen menegakkan hukum dan norma-norma yang berlaku, niscaya akan mengembangkan remaja-remaja yang “walladjusted”, mudah dipahami kiranya bahwa faktor ketidakpastian hukum dan dilecehkannya norma-norma sosial akan sangat berpengaruh terhadap proses penyesuaian diri remaja.
Menurut Muhammad Surya (1985 : 16) faktor-faktor penyesuaian diri ditentukan oleh kepribadian secara internal maupun eksternal yang meliputi :
a. Kondisi jasmaniah, meliputi pembawaan, susunan jasmaniah, sistim syaraf, kelenjar otot, kesehatan.
b. Perkembangan dan kematangan, terutama kematangan intelektual, sosial dan emosional.
c. Penentu psikologi, yang meliputi pengalaman, belajar, pembiasaan, determinasi diri, frustasi dan konflik.
d. Kodisi lingkungan, terutama lingkungan rumah, keluarga dan sekolah.
e. Penentu kultural dan agama. Dari beberapa pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi proses penyesuaian diri diantaranya yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Salah satu dari faktor internal adalah faktor harga diri, dimana faktor harga diri ini menjelaskan bahwa remaja dengan harga diri tinggi akan lebih memiliki kemampuan untuk melakukan penyesuaian diri dibanding dengan remaja yang harga dirinya rendah, maka ia akan mengalami kesulitan dalam proses penyesuaian diri.
Aspek-aspek penyesuaian diri menurut Danuri dan Tidjan (1991 : 22) meliputi “Aspek afektif emosional, aspek perkembangan intelektual atau kognitif dan aspek perkembangan sosial”. Keterangan :
a. Aspek afektif emosional meliputi : Perasaan aman, percaya diri, bersemangat, bersahabat, perhatian, tidak menghindar, mampu memberi dan menerima cinta, berani.
b. Aspek perkembangan intelektual atau kognitif meliputi : Kemampuan memahami diri dan orang lain, kemampuan berkomunikasi dan kemampuan melihat kenyataan hidup.
c. Aspek perkembangan sosial meliputi : Mengembangkan potensi, mandiri, fleksibel, partisipatif dan bekerjasama.
Beberapa aspek penyesuaian diri yang terdapat pada pribadi individu remaja dapat menimbulkan penerimaan atau penolakan “peer group” atau teman sebaya mereka dalam kelompok. Dikatakan oleh Andi Mappiare (1982 : 170), hal-hal yang menyebabkan seseorang remaja diterima dalam lingkungannya :
a. Penampilan (performance) dan perbuatan meliputi antara lain; Tampang yang baik atau paling tidak rapi serta aktif dalam urusan-urusan kelompok.
b. Kemampuan pikir meliputi: mempunyai inisiatif, banyak memikirkan kepentingan kelompok dan mengemukakan buah pikirannya.
c. Sikap, sifat, perasaan meliputi: bersikap sopan, memperhatikan orang lain, penyabar atau dapat menahan marah jika berada dalam keadaan yang tidak menyenangkan dirinya, suka menyumbangkan pengetahuannya pada orang lain terutama kepada anggota kelompok yang bersangkutan.
d. Pribadi meliputi: jujur dan dapat dipercaya, bertanggung jawab dan suka menjalankan pekerjaannya, mentaati peraturan-peraturan kelompok, mampu menyesuaikan diri secara tepat dalam berbagai situasi dan pergaulan sosial.
e. Aspek lain meliputi: pemurah atau tidak pelit, suka bekerjasama juga membantu anggota kelompok.
Ketiadaan hal-hal tersebut dapat menyebabkan seseorang diabaikan atau kurang diterima dalam kelompoknya. Semakin banyak ciri-ciri tersebut di atas tidak dipunyai maka akan semakin terabaikan remaja tersebut dalam kelompoknya dan akhirnya menyebabkan remaja tersebut ditolak oleh kelompok atau lingkungannya. Andi Mappiare (1982 : 172) mengatakan hal-hal yang menyebabkan seseorang remaja ditolak dengan lingkungannya, menyangkut :
a. Penampilan (performance) dan perbuatan meliputi: sering menantang, malu-malu dan senang menyendiri.
b. Kemampuan pikir meliputi: bodoh sekali atau sering disebut “tolol”.
c. Sikap, sifat meliputi: suka melanggar norma dan nilai-nilai kelompok, suka menguasai anak lain, suka curiga dan suka melaksanakan kemauan sendiri.
d. Ciri lain: faktor rumah yang terlalu jauh dari tempat main sekelompok.
Berdasarkan pada kedua pendapat tersebut peneliti menyimpulkan aspek-aspek penyesuaian diri meliputi :
1) Sikap dan perasaan antara lain meliputi: rasa aman, percaya diri, bersemangat, diterima, perhatian, bersahabat, berani, tidak menghindar, memberi dan menerima cinta, sopan, penyabar, dan suka membantu.
2) Kemampuan berpikir antara lain meliputi: kemampuan menyelesaikan tugas dengan benar, memperoleh hasil yang baik, kemampuan berkomunikasi, kemampuan memahami diri dan orang lain, mempunyai inisiatif dan memikirkan kepentingan kelompok.
3) Penampilan dan perilaku pribadi dibagi antara lain meliputi: mandiri, partisipatif, mengembangkan potensi akrab, bekerjasama, rapi, aktif dalam kelompok, melaksanakan rencana dengan fleksibel, pemurah, jujur, bertanggung jawab, mantaati peraturan dan mampu menyesuaikan diri secara tepat.
4) Karakteristik penyesuaian diri remaja. Karakteristik penyesuaian diri dapat dibedakan menjadi dua yaitu positif dan negatif.

. Penyesuaian diri secara positif
Penyesuaian diri secara positif pada dasarnya merupakan gejala perkembangan yang sehat, sebaliknya penyesuaian diri yang negatif merupakan gejala perkembangan kurang sehat yang berakibat terjadinya hambatan perkembangan. Penyesuaian diri yang positif menurut Hariyadi (1995 : 105-106) ditandai dengan :
1. Kemampuan menerima dan memahami potensi, kelebihan dan kelemahan dirinya.
2. Kemampuan menerima dan menilai kenyataan lingkungan di luar dirinya secara obyektif.
3. Kemampuan bertindak sesuai dengan potensi diri dan kenyataan obyektif di luar dirinya.
4. Kemampuan bertindak secara dinamis, luwes, dan tidak kaku.
5. Dapat bertindak sesuai dengan potensi-potensi yang layak dikembangkan, sehingga dapat menerima dan diterima lingkungan.
6. Rasa terhormat dan toleran pada sesama.
7. Kesanggupan mereaksi prestasi, konflik dan stress secara wajar, sehat dan profesional, dapat mengontrol dan mengendalikan diri.
8. Kesanggupan bertindak secara terbuka dan sanggup menerima kritik.
9. Dapat bertindak sesuai dengan norma hidup yang berlaku.
10. Penyesuaian diri secara positif ditandai oleh kepercayaan terhadap luar dirinya.
b. Penyesuaian diri secara negatif
1. Reaksi bertahan
Individu berusaha untuk mempertahankan dirinya, seolah-olah tidak menghadapi kegagalan. Ia berusaha untuk menunjukkan bahwa dirinya tidak mengalami kegagalan.
2. Reaksi menyerang
Orang yang mempunyai penyesuaian diri yang salah menunjukkan tingkah laku yang bersifat menyerang untuk menutupi kegagalannya. Ia tidak mau menyadari kegagalannya.
3. Reaksi melarikan diri
Dalam reaksi ini orang yang mempunyai penyesuaian diri yang salah akan melarikan diri dari situasi yang menimbulkan kegagalannya.
5. Penyesuaian diri di kampus
Sofyan S. Willis (1986 : 46) mengemukakan bahwa penyesuaian diri di kampus meliputi : a) Penyesuaian diri terhadap guru atau dosen, b) Penyesuaian diri terhadap mata pelajaran, c) Penyesuaian diri terhadap teman sebaya dan d) Penyesuaian diri terhadap lingkungan kampus.
Untuk lebih jelasnya akan penulis uraikan satu persatu sebagai berikut:
a. Penyesuaian diri terhadap guru atau dosen.
Penyesuaian diri mahasiswa terhadap dosen banyak tergantung pada sikap dosen dalam menanggapi mahasiswanya. Dosen yang banyak memahami tentang perbedaan individu mahasiswa akan lebih mudah mengadakan pendekatan terhadap berbagai masalah yang dihadapi mahasiswa. Berarti seorang dosen hendaklah memperdalam ilmunya tentang psikologi dan ilmu mendidik, terutama psikologi remaja. Dosen yang kurang menyadari akan tanggung jawabnya biasanya bersikap tidak mau tahu dengan masalah individual mahasiswa. Terkadang sikap dosen yang keras membuat mahasiswa takut, sehingga hal seperti ini tidak akan membantu perkembangan mahasiswa namun dengan upaya selalu bersahabat dengan mahasiswa adalah hal yang terpuji, dengan sikap ini dosen akan banyak memperoleh informasi tentang keluhan, keinginan dan kesulitan yang dihadapi mahasiswa.
Pendapat Andi Mappiare (1982 : 145) mengatakan bahwa penyesuaian diri remaja terhadap dosennya timbul karena remaja dalam perkembangannya yang ingin “melepaskan diri” dari keterikatan dengan orang tua, ingin mendapatkan dari orang dewasa lain yang dapat dijadikan “sahabat” dan sebagai “pembimbing”.
Bagi remaja berhubungan dengan guru atau dosen (konselor) sangat penting karena mereka dapat bergaul secara harmonis dan matang. Ketidakmampuannya menyesuaikan diri dan mendapatkan sesuatu keuntungan lebih banyak dari konselor dan dosennya, menjadikannya kecewa, karena tidak dapat merealisasikan dorongannya untuk menunjukkan kedewasaan bergaul dengan orang dewasa.
Jadi dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri terhadap dosen, siswa menyesuaikan diri terhadap sikap atau perlakuan dosen terhadap dirinya atau bimbingan yang diberikan kepadanya dalam rangka keinginannya berhubungan dengan orang-orang dewasa lain sebagai pengganti orang lain sesuai dengan perkembangannya menuju kedewasaan dalam bergaul. Dengan kata lain mereka menghormati gurunya.
b. Penyesuaian diri terhadap mata kuliah
Penyesuaian diri terhadap mata kuliah, kurikulum hendaknya disesuaikan dengan umur, tingkat kecerdasan dan kebutuhan. Sehingga anak dengan mudah akan dapat menyesuaikan dirinya terhadap mata kuliah yang diberikan kepadanya. Namun juga tergantung kepada dosen, yaitu bagaimana kemampuan menggunakan metode mengajar yang tepat, pemahaman psikologi, sikap layak terhadap pendidikan, berwibawa. Walaupun dosen sudah menguasai ilmu yang akan diajarkan, belum menjamin mahasiswa akan segera memahami apa yang diajarkan oleh dosennya. Adanya sikap dosen yang keras, suka marah, tentu membuat mahasiswa benci pada dosen yang pada gilirannya akan membenci pelajarannya. Disinilah timbul semacam kesulitan belajar yang disebabkan oleh sikap dosen. Dosen yang memberikan pelajaran secara humor dan bersahabat dengan mahasiswa maka pelajarannya akan mudah dipahami, karena adanya suasana bebas berfikir dan gembira serta menarik mahasiswa.
Dapat dikatakan bahwa penyesuaian diri terhadap mata kuliah, mahasiswa dapat mengikuti pelajaran atau mengerjakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya sesuai dengan sikap dosen dalam memberikan pelajaran tersebut.
c. Penyesuaian diri terhadap teman sebaya
Penyesuaian diri terhadap teman sebaya amat penting bagi perkembangan mahasiswa, terutama perkembangan sosial. Dalam proses penyesuaian diri terhadap teman sebaya, mahasiswa dihadapkan pada masalah penerimaan atau penolakan akan kehadirannya dalam pergaulan. Apabila mahasiswa sampai ditolak oleh teman sebayanya ia akan mengalami kekecewaan. Untuk menghindarinya mahasiswa perlu memiliki sikap, perasaan, keterampilan perilaku yang dapat menunjang penerimaan kelompok teman sebaya.
Penyesuaian ini umumnya terjadi dalam keluarga yang heterogen: minat, sikap, sifat, usia dan jenis kelamin yang berbeda. Mahasiswa akan menyesuaikan diri ke arah yang lebih mantap, meskipun dalam usaha penyesuaian diri dengan teman sebaya lebih banyak mengalahkan kepentingan pribadi dengan kepentingan kelompok, dengan alasan takut dikucilkan. Namun demikian secara lambat laun siswa mengalami kestabilan dan timbulnya rasa percaya diri lewat pergaulan tersebut.
Selanjutnya Andi Mappiare (1982 : 168) dalam bukunya yang berjudul psikologi remaja mengatakan bahwa dicapai tidaknya penyesuaian diri yang baik mengantarkan remaja kekedewasaan yang sesungguhnya sangat dipengaruhi oleh intensitas dan kuantitas konflik yang dialami dan keberhasilan menyelesaikan secara efektif.
Dapat dikatakan bahwa penyesuaian diri terhadap teman sebaya, siswa berhubungan atau bergaul dengan teman sebaya dalam rangka melepaskan ketergantungan dan pertentangan yang sering terjadi dengan orang tuanya. Karena adanya persamaan yang dimiliki, mendorong siswa untuk dapat menyesuaikan dirinya sesuai denga perkembangan sosialnya.
d. Penyesuaian diri terhadap lingkungan sekolah atau kampus
Demikian pula halnya dengan penyesuaian diri terhadap lingkungan sekolah atau kampus. Lingkungan sekolah atau kampus adalah semua kondisi yang ada di sekolah atau kampus. Bimo Walgito (1986 : 47), membagi lingkungan secara garis besar menjadi dua macam yaitu :
a. Lingkungan fisik, yaitu lingkungan yang berupa alam; keadaan tanah; keadaan cuaca.
b. Lingkungan sosial, yaitu lingkungan masyarakat dimana dalam lingkungan masyarakat ini ada interaksi individu satu dengan lainnya.
Lingkungan sekolah dalam penelitian ini, adalah lingkungan sekolah dalan arti lingkungan dalam kampus yang dibedakan lagi atas lingkungan alam, fisik dan peraturan perguruan tinggi serta sosial.
a. Lingkungan alam dalam sekolah atau kampus.
Lingkungan ini mencakup keadaan suhu, kebersihan, kelembaban, sirkulasi udara, cahaya atau penerangan dalam ruang kelas.
b. Lingkungan fisik dalam sekolah atau kampus serta peraturan-peraturan sekolah atau kampus.
Lingkungan ini mencakup gedung, mebeler, sumber belajar, alat-alat peraga, perpustakaan, pertanaman dan lain-lain.
c. Lingkungan sosial dalam sekolah atau kampus.
Lingkungan ini mencakup suasana hubungan timbal balik antara segenap warga sekolah atau masyarakat kampus.
Jadi dikatakan bahwa penyesuaian diri dengan lingkungan kampus, mahasiswa menyesuaikan diri dengan memanfaatkan lingkungan-lingkungan yang menunjang kehidupan di kampus sekaligus memelihara dan menjaganya, serta bertindak positif, mematuhi peraturan dan menjalankan peraturan yang berlaku di dalam lingkungan kampus.
Sehingga dari uraian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan penyesuaian diri di kampus adalah proses pencapaian keharmonisan mengadakan hubungan yang memuaskan yang berdasarkan kepada aspek-aspek pribadi, seperti sikap dan perasaan, kemampuan berpikir serta penampilan dan perilaku pribadi, terhadap mata kuliah, dosen, teman sebaya, dan lingkungan kampus. Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya dan merasakan ketenangan dalam menjalin hubungan dengan lingkungannya karena ia dapat diterima.
http://dianahertati.blogspot.com/2009/11/adaptasi-vs-c

0 komentar:

Posting Komentar

lakukan yang terbaik

Artikel saya

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Tambah Sesuai Hati kamu